Polsek Kembangan Jakarta Barat Jadikan Tersangka, Hendi: Saya Tidak Menganiaya Tapi Dikenakan Pasal 351, Saya Mohon Bapak Kapolri dan Komnas HAM Bantu Saya

 

Jakarta, mediaotonomiindonesia.com – Kasus dugaan penganiayaan yang menyeret nama Hendi seorang buruh bangunan, warga Kembangan, Jakarta Barat, kini menjadi sorotan. Polsek yang dipimpin Kompol Moch. Taufik Iksan, S.H., M.H. menjadikan Hendi sebagai tersangka atas laporan mantan istri sirinya berinisial “LP” sebagai tindak pidana penganiayaan dalam pasal 351 KUHP, namun ia dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan meminta perhatian dari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Komnas HAM terhadap proses penanganan perkaranya.

“dia (“LP”) datang ke tempat tinggal  saya, yang sudah 4 tahun kami tidak bersama, dia marah-marah dan mengambil batu yang akan dilemparkan ke istri saya, langsung saya tangkis/halau dia, jadinya dilampiaskan dengan melempar motor saya, Saya tidak memukul ataupun menganiaya. Saya hanya melindungi istri saya dari lemparan batu dari “LP”, kenapa saya jadi tersangka?,  saya mohon kepada Bapak Kapolri serta Komnas HAM agar memperhatikan dan meninjau kasus saya ini secara objektif,” ujar Hendi kepada awak media, (Minggu, 16 November 2025).

Menurut Hendi, dirinya dangan “LP” menikah secara siri sekitar tahun 2002 mempunyai seorang anak laki-laki. Dalam menjalani hubungan itu, “LP” diketahui beragama Kristen, sedangkan Hendi tetap seorang Muslim. Hubungan mereka telah berakhir sejak empat tahun lalu.

Hendi menyebut, berakhirnya hubungannya dengan “LP” salah satu pemicunya adalah dengan kedatangan seorang wanita beserta anaknya ke rumahnya dan dengan sangat emosi ingin melabrak “LP” karena “LP” diduga menjalin hubungan dengan suaminya.

Setelah kejadian itu Hendi berpikir dan melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua “LP” (sekarang sudah meninggal) dan dan saat itu Hendi menceritakan kejadian tersebut dan menyatakan ke orang tua “LP” bahwa mereka tidak ada hubungan suami-istri lagi.

Kepada awak media jelaskan “Saya sudah tidak ada hubungan dengan dia (“LP”) sejak empat tahun lalu. Dan setelah empat tahun saya menikah lagi dengan istri saya sekarang,” jelas Hendi.

Kronologi Kejadian :

Peristiwa yang kini menjadi perkara hukum terjadi 6 Juni 2025 sekitar pukul 17.30 WIB,  saat itu dalam suasana perayaan Hari Raya Idul Adha. Hendi dan istri naik motor hendak pulang ke rumahnya dan di jalan berpapasan dengan “LP”, Hendi tetap melanjutkan perjalanannya tanpa menghiraukan “LP” dan tanpa sepengetahuan Hendi, “LP” mengikutinya sampai dirumah Hendi, dengan emosi dan hendak menyerang istri Hendi dengan menggunakan batu.
Melihat hal itu, Hendi spontan merampas batu dari tangan “LP” untuk mencegah istrinya agar tidak terluka. Saat kejadian tersebut, “LP” terjatuh. Mengalami “LP” terjatuh lalu melaporkan Hendi ke Polsek Kembangan dengan tuduhan penganiayaan.

Batu yang dipergunakan “LP”

B sebagai saksi yang berada di TKP menegaskan kepada pihak media bahwa tidak ada tindakan pemukulan oleh Hendi terhadap “LP”. Namun, laporan tersebut tetap diproses dan Hendi kini ditetapkan sebagai tersangka sejak 04 Oktober 2025.

 

Unsur Penganiayaan Perlu Diuji

Langkah Polsek Kembangan yang menetapkan Hendi sebagai tersangka dinilai perlu diperjelas secara hukum, penyidik seharusnya memastikan unsur-unsur pidana terpenuhi sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Dalam hukum pidana, penetapan tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah. Jika saksi dan fakta di lapangan menyebut tidak ada pemukulan, maka unsur penganiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 351 KUHP patut diuji lebih lanjut

Sebagai rujukan, Pasal 351 ayat (1) KUHP menyebutkan : “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Namun, jika tindakan yang dilakukan merupakan bentuk pembelaan diri (noodweer), maka hal tersebut tidak dapat dipidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP: “Barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda, karena ada serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum, tidak dapat dihukum.”

Jadi Hendi hanya berusaha melindungi istrinya dari serangan batu yang TKP nya di tempat tinggal Hendi sendiri, maka tindakan itu termasuk pembelaan diri yang sah menurut hukum.

Upaya RJ Belum Membuahkan Hasil

Polsek Kembangan Jakarta Barat telah memfasilitasi proses Restorative Justice (RJ) dengan mempertemukan Hendi dan “LP”. Namun, kesepakatan damai belum tercapai. “LP” dikabarkan bersedia berdamai dengan syarat Hendi harus meninggalkan rumah yang saat ini ditempati, tetapi Hendi menolak karena rumah tersebut merupakan hasil jerih payahnya sendiri.

“Rumah itu saya beli sendiri sejak puluhan tahun lalu, waktu itu saya yang bekerja sedangkan “LP” tidak bekerja. Tidak adil kalau saya harus pergi dari rumah saya sendiri,” tegasnya.

RJ seharusnya difokuskan pada penyelesaian konflik secara damai, bukan menjadi tekanan terhadap salah satu pihak untuk melepaskan hak pribadinya, terutama yang berkaitan dengan kepemilikan.

Hendi Minta Perhatian Kapolri dan Komnas HAM

Merasa tidak mendapatkan keadilan di tingkat Polsek Kembangan Jakarta Barat, Hendi berharap Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sebagai pimpinan Polri memberikan perhatian terhadap kasusnya.

“Saya mohon kepada Bapak Kapolri untuk perhatiannya meninjau perkara ini. Saya yakin Polri akan menegakkan keadilan berdasarkan fakta, bukan tuduhan ataupun intervensi pihak lain,” ujarnya.

Hendi menambahkan bahwa dirinya tidak menolak proses hukum dengan dibuktikan mengikuti setiap panggilan Polsek, namun berharap agar penyidik bekerja secara profesional dan proporsional, tanpa keberpihakan.

“Saya percaya hukum masih bisa ditegakkan dengan adil. Saya ingin nama baik saya dipulihkan dan kebenaran ditegakkan,” pungkasnya.

Ket foto : Hendi dan istrinya (LH)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*