DPRD DKI dari Partai PSI Bersama dengan Pemprov DKI Jakarta, Gelar Sosialisasi Perlindungan Perempuan dan Anak

Jakarta, mediaotonomiindonesia.com – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan DPRD DKI Jakarta menggelar kegiatan sosialisasi Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, Jumat sore (20/6/2025), bertempat di aula pertemuan lantai 3 Rusun Pasar Jaya Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran hukum dan mendorong terciptanya lingkungan yang aman, adil, dan ramah bagi perempuan serta anak-anak.

Acara ini dihadiri oleh Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), August Hamonangan, S.H., M.H., serta perwakilan dari Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Provinsi DKI Jakarta. Turut hadir pula sebagai tamu kehormatan, Ketua Umum Pewarna Indonesia, Yusuf Mujiono, S.Th.

Dalam sambutannya, August Hamonangan menegaskan bahwa perlindungan perempuan dan anak merupakan prioritas bersama, yang tidak hanya cukup dengan regulasi, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk partisipasi aktif masyarakat.

“Perda No. 8 Tahun 2011 memberikan kerangka hukum yang kuat. Tapi tantangannya adalah memastikan bahwa setiap warga tahu hak-haknya, dan berani bertindak bila melihat atau mengalami kekerasan,” ujar August.

Dari sisi pemerintah, Ibu Gracia, perwakilan dari Dinas PPAPP, menjelaskan berbagai layanan yang telah disiapkan untuk masyarakat, termasuk pusat pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dapat diakses melalui WhatsApp di nomor 081317617622.

“Kami butuh partisipasi warga. Jangan ragu untuk melapor atau memberikan informasi jika mencurigai adanya kekerasan. Perlindungan perempuan dan anak bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab sosial bersama,” jelas Gracia.

Yang menarik dalam acara ini, hadir pula Ketua Umum Pewarna Indonesia, Yusuf Mujiono, S.Th., yang menyoroti pentingnya kesetaraan dan pemenuhan hak beragama di lingkungan pemukiman seperti rumah susun. Ia mengungkapkan bahwa masih terdapat ketimpangan dalam fasilitas ibadah, terutama bagi umat non-Muslim.

“Di banyak rumah susun, tempat ibadah seperti mushola sudah tersedia. Tapi bagaimana dengan umat Kristen, Hindu, Buddha? Bahkan untuk mengadakan ibadah, warga rusun masih harus membayar sewa ruangan. Ini bentuk ketimpangan yang perlu perhatian serius dari pengelola,” tegas Yusuf.

Ia menyampaikan bahwa kesetaraan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dihormati dan dijamin oleh negara.

“Kami mendorong DPRD untuk menyampaikan hal ini kepada pengelola rusun. Pembinaan iman dan ruang rohani adalah bagian dari kebutuhan dasar spiritual warga. Ini penting agar sesama penghuni saling mengenal dan hidup dalam suasana toleransi,” tambahnya.

Kegiatan ini ditutup dengan diskusi interaktif, pembagian informasi layanan, dan dorongan bersama untuk menjadikan Rusun Pasar Rumput sebagai simbol lingkungan yang peduli terhadap perempuan, anak, dan menjunjung tinggi kebhinekaan. (red)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*