
TANGERANG, MEDIA OTONOMI INDONESIA – Para Ketua Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) telah usai dipanggil Kejaksaan Negeri Tangerang, Senin (26/1/2021). Pemanggilan dilakukan kepada 29 ketua KPM sebagai saksi dugaan korupsi kasus Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Tigaraksa.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Tangerang Bahrudin melalui Kasi Intelijen Nana Lukmana mengatakan, penyidik sudah memeriksa 29 ketua KPM. Ia menerangkan, ada 9 orang ketua KPM yang diperiksa secara khusus tentang bukti baru dan mereka masih sebagai saksi belum bisa menetepkan sebagai tersangka.
Nana menjelaskan, laporan warga akan dugaan penyelewengan dana PKH tidak saja di Kecamatan Tigaraksa. “Ada beberapa laporan yang kita terima kasus serupa. Kita akan dalami dan menambah jelas jumlah kerugian negara di Kabupaten Tangerang atas kasus PKH,” pungkasnya.
Untuk kasus PKH di Kecamatan Tigaraksa, semua ketua KPM telah periksa sebagai saksi. “Dari hasil pemeriksaan itu, membuat kuat dugaan akan adanya tindak penyelewengan dana PKH,” katanya kepada Media Otonomi Indonesia diruangannya, Selasa (26/1/2021). Ketua KPM inilah yang mengkoordinir KPM setiap ada jadwal pencairan.
Nana menyebutkan, untuk menetapkan tersangka masih diperlukan pemanggilan pihak-pihak terkait. Mulai dari pejabat bank, pendamping, pemilik e-warung atau agen Brilink hingga pejabat dinas. “Untuk penetapan tersangka tidak lama lagi. Hanya saja masih perlu kita lakukan pemeriksaan pihak lain lagi dan kami akan mengadakan press rilis pada pertengahan Februari nanti,” ungkapnya.
Kerugian negara dari kasus dugaan penyelewengan dana PKH selama 2018 hingga 2019 di Kecamatan Tigaraksa diestimasi mencapai Rp 3,5 miliar. Nilai tersebut didapat setelah memeriksa seluruh penerima program di 12 desa dan 2 Kelurahan di Kecamatan Tigaraksa yang jumlahnya ribuan. Sebelumnya, penyidik telah memeriksa 3.585 orang KPM di Kecamatan Tigaraksa. Nana mengatakan, hasil pemeriksaan didapat unsur tindak pidana korupsi dugaan penyelewengan dana PKH selama 2018 hingga 2019.
Seperti diketahui Kemensos menyalurkan bantuan kepada PKH sebesar Rp 550 ribu/keluar/tahun. Sementara untuk keluarga miskin dan rentan sebesar Rp 1 juta/keluarga/tahun. Jika di keluarga ada ibu hamil, anak usia dini, bersekolah di SD hingga SMA, disabilitas berat dan lanjut usia, besaran batuan berbeda. Keluarga yang terdapat ibu hamil, anak usia dini, disabilitas berat dan lanjut usia, masing-masing sebesar Rp 2,4 juta/tahun/keluarga. Anak bersekolah di SD Rp 900 ribu, SMP Rp 1,5 juta, SMA Rp 2 juta.
Nana menyebutkan, unsur tindak pidana korupsi didapat setelah ditemukan adanya banyak KPM yang tidak menerima uang bantuan sebagaimana mestinya. Tidak hanya itu, keluarga penerima program ini tidak memegang buku tabungan dan kartu ATM. Bahkan, ada keluarga yang ditemukan tidak menerima sama sekali selama 2018 hingga 2019, padahal terdaftar sebagai penerima PKH di Kecamatan Tigaraksa.
“Dari data yang kita terima ternyata sudah dilakukan penarikan saldo oleh oknum. Padahal yang bersangkutan tidak menerima uangnya,” katanya. Nana mengaku sudah memanggil dua pejabat dinas ketika kasus masih dalam tahap penyelidikan untuk dimintai keterangan. Kedua pejabat tersebut setingkat esselon II. Menurut Nana, pemanggilan dua pejabat dalam rangka mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket). “Sebagai saksi juga kita periksa dua kepala dinas. Hanya sebatas saksi saat kasus masih di tahap awal,” ungkapnya. (Sahat RM)
Leave a Reply